Kuota 30 Persen Keterwakilan Perempuan, Hanya Harapan Palsu!

psiaceh.or.id/ – Direktur Eksekutif Perkumpulan Damar Lampung Eka Tiara Chandrananda, menilai regulasi terkait kuota 30 persen keterwakilan perempuan di penyelenggara dan pengawas Pemilu hanya harapan palsu.

"Ya, hanya memberi harapan palsu pada perempuan. Regulasi itu hanya dijalankan dalam tahapan seleksi. Sementara hasil ahirnya tidak ada pertimbangan terkait keterwakilan perempuan. Nyatanya, seluruh peeempuan digugurkan," kata dia, kepada psiaceh.or.id/ belum lama ini.

Seharusnya, lanjut dia, regulasi tersebut harus benar-benar komitmen bahwa keterwakilan perempuan wajib sampai pada keterpilihan, bukan hanya semasa pendaftaran.

"Mestinya diterapkan sampai pada hasil, tidak terhenti di tahapan saja," ujarnya.
[elementor-template id="13"]

[elementor-template id=”11″]
Minta Bawaslu RI Tinjau Ulang

Ia menyebutkan, jika tidak ada perbaikan kebijakan terkait keterwakilan perempuan, masyarakat terutama perempuan akan antipati terhadap kebijakan pemerintah, pasalnya tidak benar-benar memperhatikan keterwakilan perempuan.

“Sebagai kelompok yang fokus pada isu-isu perempuan, kami akan meminta pemerintah terkait agar meninjau ulang keputusan penetapan empat anggota Bawaslu Lampung oleh Bawaslu RI,” tegasnya.

Tidak ada keterwakilan perempuan pada penetapan anggota Bawaslu Lampung. Karenanya, pihaknya akan meminta agar meninjau ulang putusan tersebut.

Selain itu, pihaknya juga akan mengkonsolidasikan dengan kelompok-kelompok perempuan yang lain agar menyuarakan penolakan terhadap keputusan tersebut.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Menurutnya juga, pengumuman anggota Bawaslu tahapan kedua ini, menambah luka sebelumnya. Sebab pada tahapan pertama, tidak terdapat juga keterwakilan perempuan dari tiga anggota Bawaslu yang ditetapkan.

“Kami menyayangkan sekaligus kecewa terhadap keputusan tersebut, dikarenakan dari tujuh Komisioner Bawaslu Lampung tak ada satupun perempuan,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Pengurus Wilayah Rumah Perempuan dan Anak (PW RPA) Lampung Eny Puji Lestari mengatakan, pihaknya juga turut menyayangkan keputusan tersebut lantaran tidak terdapat keterwakilan perempuan.

Selanjutnya Eni turut menanggapi regulasi 30 Persen keterwakilan perempuan. Regulasi tersebut menurutnya memiliki makna multi tafsir.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Menurutnya, berdasarkan Undang-undang pasal 10 ayat 2 dan Pasal 92 ayat 11 nomor 7 tahun 2017 itu yang berbunyi komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu tentang memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 Persen.

“Klausul dalam regulasi tersebut mengatakan hanya memperhatikan keterwakilan perempuan. Kata memperhatikan, dimaknai ambigu. Ada yang memaknai wajib ada juga tidak,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah agar memperbaiki atau mengganti kata memperhatikan dengan mengharuskan. Jika dalam regulasi tersebut redaksi mengharuskan yang dipakai, berarti mewajibkan keanggotaan Bawaslu terdapat unsur perempuan.

“Perbaikan Redaksi dalam undang-undang tersebut, selain multi tafsir, juga terbilang lama belum dilakukan perubahan yakni susah 6 tahun sebelumnya atau pada tahun 2017,” tutupnya. (sandika)