Pentingnya Pendidikan Politik Sejak Dini

POLITISI Muda di Lampung menjadi pemimpin diakui atau tidak masih sangat minim. Ini berbanding terbalik dengan daerah lain yang memiliki banyak stok pemimpin muda.

Gibran Rakabuming Raka (Walikota Surakarta) misalnya, kemudian Muchamad Nur Arifin (Bupati Trenggalek), Bobby Nasution (Walikota Medan), hingga Kaesang Pangarep (Ketua Umum PSI).

“Hal itu menjadi kegelisahan tersendiri bagi saya,” kata Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Lampung Bidang Kepemudaan dan Olahraga, Deddy Wijaya Candra.

Sebagai Politisi yang masih terbilang muda sekaligus di struktural PDI Perjuangan Lampung, ia di bidang kepemudaan, problem politik anak muda ini menarik perhatian Deddy.

Menurut Deddy, banyak calon pemimpin muda yang mengikuti kontestasi pada Pemilu mendatang. Salah satunya adalah dirinya, Deddy diketahui maju pada pemilihan DPRD Provinsi Lampung Dapil Bandarlampung (1).

Bagi Deddy, politisi muda tentu lebih energik, memiliki visi misi yang panjang dan tidak gagap teknologi (gaptek).

Deddy, lantas mencontohkan dengan negara Thailand dan Filipina. Deddy mengatakan dua negara tetangga Indonesia ini, memiliki banyak politisi muda yang menjadi pemimpin.

Hal ini, kata Deddy, tidak terlepas dari meleknya teknologi warga Thailand dan Filipina. Politisi muda di dua negara tersebut menurutnya, memiliki kemampuan membuat konten-konten di media sosial yang menarik perhatian masyarakat, terutama anak muda.

“Politisi mudanya pun, mampu membuat konten kekinian, menjabarkan visi misi yang menjawab kebutuhan anak muda. Pola semacam ini mampu menarik anak muda untuk memilih. Terlebih mata pilih muda di dua negara tersebut terbilang besar,” kata Deddy, saat diwawancarai belum lama ini.

Selain minimnya pemimpin muda di Lampung, Deddy menilai, anak muda memiliki kecenderungn antipati terhadap politik dan membenci partai politik.

“Stigma ini mendorong anak muda lebih memilih golput. Anak muda tidak suka diatur-atur, apalagi untuk ikut dalam kontestasi politik dalam hal ini enggan datang ke Tempat Pemungutan suara (TPS) untuk memilih.

Deddy mengatakan, di setiap kesempatan turun ke masyarakat, dua problem ini yang terus suarakan. Penting, baginya agar mindset anak muda terhadap politik bisa dirubah.

Deddy menegaskan, untuk merubah problem politik seperti yang disebutkan diatas, penting untuk adanya pendidikan politik. Apalagi mengingat mata pilih muda sebesar 56 Persen dalam Pemilu mendatang

Anak Muda Jangan Antipati

Ketua DPD Gemabudhi ini mengatakan, untuk mengatasi problem politik seperti minimnya pemimpin muda dan maraknya anak muda yang anti pati terhadap politik, perlu adanya pendidikan politik sejak dini.

Deddy menilai, jika pendidikan politik dilakukan sejak dini, anak muda tidak akan melihat politik sebegitu menyeramkan dan menakutkan atau antipati terhadap politik.

Selanjutnya juga, anak muda tidak akan memilih berdasarkan percaya begitu saja pada janji-janji politisi dan tidak memilih calon pemimpin karenanya suaranya dibeli.

Karena itu, kata Deddy, penting bagi pemilih muda agar menelaah program kerja atau visi-misi calon pemimpin.

Selain itu, penting juga bagi anak muda untuk mengetahui apa perbedaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari legislatif dan eksekutif.

Deddy menilai, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui perbedaan Tupoksi dari legislatif dan eksekutif, terlebih anak muda. Karena itu, penting agar pendidikan politik ini dilakukan sejak dini.

Tahapan pendidikan politik ini, kata Deddy, bisa dimulai sejak siswa masih duduk dibangku Sekolah Menegah Pertama (SMP). Dengan memulai pengetahuan politik yang ringan.

“Jika pendidikan politik sudah dilakukan secara maksimal, ini akan memperkecil maraknya mata milih salah memilih calon pemimpin dan memilih hanya berdasarkan uang,” ujar Deddy.

Deddy mengatakan, jika pendidikan politik sudah maksimal, ini akan membuat anak muda, menyalurkan hak politiknya berdasarkan hati dan akal.

“Masyarakat akan memilih si A berdasarkan alasan-alasan yang logis dan bukan memilih karena dibayar dengan uang,” tuturnya.

Keterlibatan anak muda pun dalam politik masih kecil. Hal ini dibuktikan Deddy saat turun di masyarakat. Ia mengakui bahwa lebih banyak bertemu konsituen dari kalangan orang tua dan minim anak muda.

“Mindset anak muda perlu dirubah. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita siapa lagi,” kata Deddy.

Bangsa Indonesia untuk maju menurut Deddy mensaratkan pendidikan politik dan memperkuat SDM. Jika hal ini dibiarkan maka Indonesia akan mengalami kemunduran.

Deddy menilai, penting juga bagi anak muda untuk berdiskusi tentang politik. Meski ia melihat, anak muda masih enggan berdiskusi atau enggan berbicara politik.

“Pembicaran politik, menurutnya adalah sesuatu yang dianggap tabu di kalangan anak muda,” ungkapnya.

Padahal menurut Deddy, jika mengacu kepada sejarah. Anak muda merupakan salah satu elemen penting untuk mendorong perubahan di Indonesia. Seperti peristiwa runtuhnya orde baru 1998, mahasiswa atau anak muda adalah salah satu pendorong perubahan.

Maksimalkan Peran Kesbangpol

Deddy melanjutkan, pendidikan politik ini bisa dimulai oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Kesbangpol menurut Deddy, memiliki wewenang untuk memberikan pendidikan politik, dengan catatan harus netral. Pendidikan politik itu, bisa dilakukan melalui seminar atau diskusi.

“Misal dalam setahun dua kali terdapat acara pendidikan politik. Misal Kesbangpol memberikan pendidikan politik itu dengan mengadakan seminar di sekolah-sekolah” ujar Deddy.

Menurutnya pendidikan politik sangatlah penting. Mengingat, masyarakat belum mengetahui apa itu perbedaan tupoksi dari legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Hal ini, kata Deddy, jauh lagi mau membicarakan sosok politisi, dan membranding calon pemimpin yang baik. Jika persoalan yang mendasar belum diketahui.

Deddy mengatakan, bangsa Indonesia terbentuk oleh Partai Politik. Bahkan semua negara lain. Karena itu, Parpol penting untuk dikenalkan. Negara maju menurutnya, sudah menyadari pentingnya pendidikan politik.

“Tujuan pendidikan politik ini agar memperkecil money politik yang sangat besar. Selanjutnya anak muda menjadi pemilih yang cerdas dan masyarakat tidak salah memilih calon pemimpin hingga melahirkan pemimpin-pemimpin muda,” tutupnya. (***)