Masjid Albakrie, Ancaman Bagi RTH

psiaceh.or.id/ – Pembangunan Masjid Al-Bakrie Lampung terus berlangsung. Alat berat berupa Ekskavator sudah diturunkan untuk meruntuhkan sisa-sisa bangunan sebelumnya.

Diketahui, sebelumnya wilayah yang akan dibangun menjadi pusat kegiatan sosial keagamaan terbesar di Lampung, merupakan tempat ruang terbuka hijau atau yang lebih akrab dikenal dengan Taman Gajah (Elephant Park).

Banyak masyarakat menilai pembangunan masjid yang bertempat di Eks Pasar Seni Enggal itu merampas ruang publik yang biasanya ramai dikunjungi, terutama di ahir pekan.

Menanggapi hal tersebut Akademisi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sumatera (Itera) Ilham Malik, secara personal ia menilai pembangunan Masjid Al-Bakrie agak dilematis, mengingat ruang terbuka hijau di Bandarlampung belum optimal.

Meski, sambungnya, RTH dan Masjid merupakan entitas yang dibutuhkan oleh masyarakat.
[elementor-template id="13"]
[elementor-template id="11"]
"Secara History, wilayah tersebut merupakan ruang terbuka hijau, semestinya ruang tersebut dioptimalkan oleh Pemerintah," terangnya pada psiaceh.or.id/, Kamis (22/06/2023).

Meski ia belum mengetahui secara persis, kenapa Pemerintah tidak mengoptimalkan ruang terbuka hijau.

Kendati begitu, ia tetap mengembalikan hal tersebut ke keputusan politik Walikota Bandarlampung dan Gubernur Lampung.

Menurutnya proses pembangunan tersebut ada pada kesepakatan antar kepala daerah, apa yang boleh dibangun dan tidaknya di wilayah tersebut.

"Meski pemerintah, harus menyesuaikan dengan detail rencana tata ruang (RTR) akan dibangun seperti apa," lanjutnya.

Selain itu, menurut Ilham, pembangunan masjid tersebut juga sangat bergantung pada bunyi tata ruang wilayah Kota Bandarlampung.

"Daerah tersebut merupakan area apa?," ujarnya.

Kemudian yang selanjutnya, terangnya, di detail rencana tata ruang (RTR). "Wilayah tersebut akan dibangun lahan apa saja?," tambahnya.
[elementor-template id="13"]
[elementor-template id="11"]
Jika didalam RTR area tersebut merupakan ruang terbuka hijau, jelas dia, maka tidak boleh ada pembangunan.

"Jadi hal tersebut sangat bergantung pada rencana tata ruang," ucapnya.

Selanjutnya ia menyoroti perizinan pembangunan, apakah mekanisme perizinannya sudah terpenuhi. Sebab, mekanisme perizinan ini yang akan menentukan apakah pembangunan tersebut sudah sesuai atau belum.

"Jika melanggar aturan tata ruang, maka proses pembangunan tidak boleh dilanjutkan, jika sudah memenuhi aturan tata ruang, maka aman-aman saja," tuturnya.

Selanjutnya, ia menilai apakah prosedur administrasi lainnya sudah terpenuhi. Belum lagi soal tanggapan masyarakat sekitar, apakah mendukung proses pembangunan tersebut. Hal itu tetap harus menjadi perhatian.

Pembangunan tersebut, lanjutnya, sangat bergantung pada rencana tata ruang, para ahli boleh saja berpendapat secara subjektif. Jika bunyinya pemerintah masih membuka ruang perdebatan dan mendengarkan opini publik.
[elementor-template id="13"]

"Akan tetapi jika rencana tata ruang (RTR) sudah komplit dan arahannya sudah jelas. Maka harus disesuaikan dengan aturan tersebut," tutupnya. (sandika)