psiaceh.or.id/ – Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang (UU) Kesehatan pada sidang paripurna masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023, Selasa (11/07/2023).
Menanggapi hal tersebut Ketua DPD Ikadin Lampung Penta Peturun mengatakan, putusan tersebut tidak merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor No. 91/PUUXVIII/2020.
Menurut Penta, dalam putusan MK sudah jelas disampaikan bahwa warga Indonesia memiliki
hak partisipasi publik bagian dari memenuhi rasa keadilan untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard).
Selanjutnya, warga mempunyai hak dalam memberikan pendapatnya (right to be considered). Serta masyarakat berhak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
[elementor-template id=”13″]
[elementor-template id=”11″]
“Putusan MK tersebut tidak dijalankan oleh pihak pemerintah maupun DPR dalam merumuskan UU Kesehatan baru,” kata Penta.
Penta mengungkapkan partisipasi publik sangat penting menjamin hasil UU demi memenuhi rasa keadilan (social justice) dan perlindungan kesehatan publik.
Hal ini melenceng dari amanah UU No 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam UU kesehatan yang baru disahkan dalam Pasal 314 ayat (2) terlihat memarginalisasi organisasi profesi dengan mengamputasi peran organisasi tenaga kesehatan yang hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.
Berikut bunyi pasalnya : “Setiap kelompok tenaga medis dan tenaga kesehatan hanya dapat membentuk 1 Organisasi Profesi, dikontrol oleh pemerintah melalui Menteri Kesehatan,”. Pasal tersebut menurutnya, sama dengan masa orde baru, yang mencengkram kebebasan berorganisasi.
Selain pasal tersebut, Ikadin Lampung juga menyoroti Pasal 171 UU Nomor 36/2009 tentang kesehatan sebelum direvisi yang diatur besarannya 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.
[elementor-template id=”13″]
[elementor-template id=”11″]
Sementara UU Kesehatan baru untuk kesehatan sebesar 5 persen tersebut resmi dihapus oleh Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.
Penta menilai, prioritas kesehatan untuk rakyat tidak menjadi tanggung jawab negara. Kesehatan gratis terutama untuk kaum miskin hanya akan menjadi dongeng di Indonesia.
“UU kesehatan yang disahkan hari ini mengarah kepada liberalisasi, yang tidak pro dengan Rakyat. Sementara sistem kesehatan dengan privatisasi/komersialisasi layanan kesehatan hanya sebagai komoditi,” tutupnya. (rls/san)






Leave a Reply