Ini 9 Pedoman Berpolitik Nahdlatul Ulama

psiaceh.or.id/ – Ketua PWNU Lampung H Puji Raharjo mengajak warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk memegang erat 9 pedoman berpolitik NU.

Hal itu disampaikannya saat menanggapi terkait dinamika politik, terutama menyangkut masa kampanye pemilihan umum 2024.

Dalam momentum 5 tahunan pemilu, bagi NU menurutnya ibarat stasiun, kita sedang pemberhentian sementara. Oleh karena itu jangan sampai agenda 5 tahunan ini membuat Indonesia tidak sampai kepada tujuan akhir.

Dia turut mengajak masyarakat agar bijak dalam bermedsos terkait pesta demokrasi Pemilihan Umum 2024. Ia berharap tidak ada lagi polarisasi di tengah masyarakat dalam Pilpres dan Pemilu 2024 ini.

“Mari bijak dalam bermedia sosial untuk mewujudkan situasi dan kondisi lingkungan yang damai. Terlebih jelang Pemilu 2024 yang perlu dikuatkan lagi kondusivitas sehingga mampu melalui Pemilu dengan sukses dan damai,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (28/11/2023).

Pada kesempatan itu juga, NU Lampung mengingatkan kepada semua pihak untuk benar-benar mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu seperti tidak menggunakan tempat ibadah untuk kampanye.

“Kegiatan keagamaan di masjid juga jangan dijadikan ajang kampanye seperti saat khutbah Jumat dan pengajian di masjid,” kata dia

Kegiatan di tempat ibadah harapnya harus benar-benar bisa mengajak umat untuk merawat keimanan, kebersamaan, dan kebangsaan.

Para khatib pintanya, harus menarasikan agama sebagai sesuatu yang ramah dan rahmatan lil alamin, memberikan harapan bukan ancaman, serta menyampaikan kabar baik, bukan untuk menakut-nakuti.

Berikut 9 Pedoman Berpolitik warga NU :

1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD1945.

2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.

3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.

4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.

8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.

9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

Terkait Konflik di Sulawesi Utara, PWNU Lampung Minta Masyarakat Tak Mudah Terprovokasi

Selain menanggapi persoalan dinamika politik, Ketua PWNU Lampung Puji Raharjo turut menyikapi berbagai permasalahan dan dinamika yang terjadi di media sosial khususnya terkait ujaran kebencian yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab.

Puji Raharjo mengingatkan masyarakat untuk tidak terprovokasi dan gampang terpancing yang justru akan memperkeruh suasana.

Semua informasi yang beredar harus disikapi dengan bijak dengan benar-benar memahami kebenaran informasi yang beredar. Masyarakat harus berpikir rasional dengan fenomena banjirnya informasi melalui tabayun dan mengecek validitas informasi yang diterima.

Sebagi contoh saat ini terjadi konflik masyarakat di wilayah Bitung Sulawesi Utara berupa insiden bentrok massa aksi bela Palestina dengan ormas setempat yang terjadi pada Sabtu (25/11/2023). Pada kejadian tersebut sampai ada yang harus kehilangan nyawa dan beberapa orang menderita luka-luka.

Mengiringi kejadian tersebut, banyak informasi berupa video, gambar, dan sejenisnya beredar di media sosial dengan nada provokatif, ujaran kebencian yang jika tidak dihadapi dengan bijak bisa menimbulkan konflik-konflik baru.

“Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi, insiden yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara,” ugkap pria yang juga Kepala Kantor Wilayah kementerian Agama Provinsi Lampung ini.

Dia memahami bahwa konflik Israel-Palestina berdampak emosional bagi masyarakat di Indonesia. Terlebih banyak pihak yang menarasikan konflik Palestina dan Israel dihubungkan dengan sentimen-sentimen keagamaan dari berbagai kelompok yang berbeda.

Namun semua itu harus disikapi dengan kepala dingin dengan tidak mudah tersulut narasi-narasi khususnya di media sosial. Pasalnya, siapa saja saat ini bisa dengan mudah memproduksi narasi-narasi yang bernada negatif. (sandika)